Langsung ke konten utama

Menyambut Awal Yang Baru Dengan Penyucian Diri

Oleh : M. Fikri Haikal (XII IPA 1)

Apabila seseorang telah merasa kotor, pasti akan mandi agar kotoran itu hilang dan ia menjadi bersih dan suci kembali. Jika tubuhnya telah bersih, maka pikiran akan jernih, tidak gampang grusa-grusu dalam menghadapi berbagai masalah. Bukan hanya manusia saja yang perlu dimandikan, segala hal yang dianggap mulia dan sakralpun juga harus dimandikan. Lha, sudah semestinya sesuatu yang mulia selalu dalam keadaan bersih dari kotoran, baik lahir maupun batinnya. Seperti halnya pemandian pusaka, ia harus dalam keadaan suci dengan memandikannya pada waktu tertentu.

Tradisi pemandian pusaka pada hari tertentu mungkin sudah mendarah daging bagi masyarakat Nusantara, terkhusus lagi masyarakat Jawa. Pada waktu tersebut, semua pusaka wajib dimandikan dengan tujuan menyucikannya, memandikannnyapun bukan dengan air biasa, melainkan dengan air kembang tujuh rupa. Setelah itu dilanjut dengan upacara-upacara pembacaan doa dan mantra berbahasa Jawa, semacam kidung-kidung yang menurut mereka memiliki kandungan nilai keberkahan yang tinggi. Bukan karena apa, pemandian dan pembacaan kidung ini selain menjadi adat turun menurun juga sebagai bentuk penyucian dan syukur atas datangnya awal tahun yang baru, ditambah lagi masyarakat yang melakukan itu berharap kehidupan setahun yang akan datang penuh akan keberkahan, keselamatan, dan dijauhi dari kesialan.

Masyarakat Jawa yang kental akan adat dan segala hal berbau mistis menyambut bulan Suro dengan pemandian pusaka dan upacara-upaca lainnya yang telah disebut di atas. Suro dalam ajaran Islam biasa disebut dengan Muharram, awal tahun baru dalam penanggalan hijriah. Dalam Islam, penyambutan kedatangan Muharram diawali dengan pembacaan doa akhir tahun menjelang maghrib dilanjut pembacaan doa awal tahun yang dilaksanakan setelah salat maghrib. Ada juga beberapa kalangan masyarakat melakukan pembacaan solawat nabi seperti Barzanji ataupun Simtud Duror, hal ini selain bertujuan agar dosa selama setahun yang lalu dapat diampuni oleh Pangeran juga mengharap berkah dari junjungan nabi yang mulia. Jadi ketika datangnya Muharam, mereka sudah dalam keadaan suci dan penuh keberkahan.

Dalam masyarakat Jawa penyebutan Suro ini merujuk pada hari ‘Asyura, hari kesepuluh dalam bulan Muharram. Pada hari itu terjadi banyak peristiwa pengampunan dosa dan tobat para nabi terdahulu. Seperti diterimanya tobat nabi Adam karena telah memakan buah khuldi. Selain itu, pada hari Asyura juga terjadi penunjukkan kekuasaan kepada hambanya yang dicintai. Sebagai contoh Nabi Musa diselamatkan dari pengejaran tentara Fir’aun dan ditenggelamkan pasukan Fir’aun terjadi pada hari Asyura. Nah, oleh orang Yahudi untuk menghormati peristiwa itu, mereka melakukan puasa. Setelah Nabi Muhammad tahu bahwa orang Yahudi melakukan puasa itu, beliau berkata kepada umatnya bahwa, kami umat islam lebih pantas melakukan. Dulu sebelum disyari’atkannya puasa Ramadan, puasa Asyura ini diwajibkan oleh umat islam sebagai bentuk syukur atas kekuasaan-Nya.

Nah, dari hal tersebut seyogyanya cobalah kita perbanyak puasa, selain sebagai bentuk syukur dan penyucian diri atas datangnya awal tahun. Bulan Muharram juga termasuk dari empat bulan mulia: Rajab, Sya’ban, dan Dzulhijjah, setelah bulan Ramadhan. Tak ada salahnya kita berpuasa untuk membersihkan diri untuk mengawali tahun ini dan menjalani hari-hari yang akan datang. Jadi mari kita bersama-sama membersihkan diri ini seperti pusaka yang dimandikan pada malam Suro. Semoga dengan lantaran puasa dan pembersihkan diri, hari-hari yang akan datang dapat kita jalani tanpa adanya banyak masalah dan semoga penuh akan keberkahan. Semoga. 


Penulis adalah siswa kelas 12 MIA 1 SMA Islam Sunan Gunung Jati Pondok Ngunut. Santri asal Batam. 







Komentar

Postingan populer dari blog ini

LDS adalah salah satu wadah pengembangan bakat siswa dalam hal kedisiplinan di lingkungan sekolah. mereka ditempa untuk menjadi seorang siswa yang mampu menjaga dan menciptakan suasana yang penih kedisiplinan dilingkungan SMA Islam Sunan Gnung Jati

Pameran Kreasi Seni Siswa SMA Islam Sunan Gunung Jati

PUISI : Dia tak peduli

                                                                      Dia tak peduli  Oleh : Andre S Lesmana  12 IIS 2 Santri Asal Sumatera Nanti d ia semakin merajalela    Tak peduli dengan sekitarnya   Tak peduli dengan sampah negara yang berkembang   Mentari semakin pudar kehilangan sinar kebebasannya Orang-orang saling membunuh perasaan Tak   peduli yang ditindihkan Tak peduli yang di bawah   Aku melihat dia tersiksa mana keadilan yang katanya akan diratakan   Bumi berontak menghancurkan segala yang di atasnya Bukannya aku tak mau Aku tak bisa bergerak Ranta-rantai uang terus membelengguku   Dia seakan tak peduli dengan yang di bawah Tapi . . . Nanti air ...