(Sajak Nasehat Romo K.H M. Ali
Shoddiq Umman)
Oleh : Muhammad Muhsin (Alumni 2013, Santri asal Salatiga)
*
Mereka yang
mengenakan keasingan adalah kekasih.
Seperti
lampu remang malam kota
yang merindukan
bayangan punggung merayap
menggigil
sebab kesendirian, mempertemukan
sepi dan
sendiri. Seperti rumah-rumah yang lebih gelap
dari mimpi
pemiliknya sebab kata-kata di atas meja makan
tandas
sebelum makan malam tuntas.
Seperti bulan
yang ditempeli banyak puisi.
Tak pernah
ada cuaca yang pasti di sini.
*
Segala yang
tak ingin aku lihat hidup sebagai
nyalang
binatang. Mesin
ketik nenek terus melahirkan nasehat
sepanjang
tunggu. Hati-hati dengan binatang
yang tak pernah
tidur di sudut paling pekat
hutan dada
manusia. Sebab di sana aku akan mati
dan tak
pernah meninggalkan apa-apa kecuali
undangan air
mata dari seorang yang mati tersesat atas
kecerobohan.
Di luar rumah ini kecurigaan tumbuh meranggas dan ganas.
*
Ada
kebencian di mana-mana. Di sudut kota
atau di
lorong kecil yang memisahkan diri dari puisi.
Atau tubuh
dan hati yang keluar rumah tuhan
karena berat
kaki melangkah kemana sebaiknya resah berserah.
Lalu engkau…
menemukan aku di tepi kerendahan diri.
*
Tak ada yang
lebih abadi dari ketiadaan yang dipatuhi.
Pesan
kecilmu sarapan pagi buta bagi anak nakal dalam diriku.
Ada tiga
hidangan hangat di atas meja makan.
*
Pertama,
buah kebaikan setengah matang. Dipetik
dari pohon
yang dibesarkan dengan kelapangan dada
di belakang
rumah. Ia hanya tumbuh di tanah yang tak
pernah
dipupuk dan diairi dengan kebengisan. masa
waktu ia tandas,
sepatutnya aku memetik dari segala kebaikan
yang ada
pada seluruh ranting, akar, batang, daun,
dan segala
yang menumbuhkan kebajikan.
Kedua, ada
tiga gelas dengan minuman
yang
berbeda; susu, anggur, dan arak.
Hanya engkau
bolehkan bibirku menyesap salah satu
dari mereka.
Telah dihadapkan padaku hulu dan hilir ingatan.
Maka yang
baik sepantasnya kepada kebaikan.
Maka yang
buruk tak sepenuhnya disingkirkan.
Jika
seluruhnya tubuh ditumbuhkan oleh doa panjang
sepanjang
malam, sepantasnya tubuh diberikan
kebaikan
sebagai wujud keadilan.
Keburukan
hanya perlu didiamkan.
Ketiga,
pesan kecil “berterima kasih kepada pemilik hidangan sebenarnya.”
Di luar
diriku adalah kelemahan yang tidak sepenuhnya milik aku,
engkau, atau
kita. Yang ada dalam perut dan dadaku
telah
sepenuhnya kuasa yang ada di luar aku dan di dalam aku sekaligus.
*
Sepagi ini, aku lelap pada mesin ketik nenek. Darinya keluar
kata-kata
menghiasi seisi rumah ini, menangkap mata beringas milik aku.
Mendudukkan tubuhku menyantap habis sarapan masakanmu.
Dan kemanapun aku membawa diri, kekenyangan dan seluruhnya
pesan
telah jadi sebagian dari kesadaran ingatan.
Komentar
Posting Komentar